Home » » Cakupan Rasa Syukur

Cakupan Rasa Syukur

Cakupan Rsa Syukur
Syukur dapat diartikan "untung" (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi). Jika dikelompokkan, syukur mencakup tiga sisi, yaitu syukur dengan hati,syukur dengan lidah, dan syukur dengan perbuatan. 
a. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah. 
b. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya. 
c. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Uraian Al-Quran tentang syukur mencakup sekian banyak aspek. Berikut akan dikemukakan sebagian di antaranya 
a. Syukur dengan hati 
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya. Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (kisahnya dalam surat Al-Qashash (28): 76-82). Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa malapetakapun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan di hadapan si penderita itu). 
b. Syukur dengan lidah 
Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Al-Quran, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi "Al-hamdulillah." Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain. Kata "al" pada "al-hamdulillah" oleh pakar-pakar bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan". Sehingga kata "al-hamdu" yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah Swt., bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya. Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat kita memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah SWT, sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada akhirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai "kurang baik", maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah "al- hamdulillah" (segala puji bagi Allah). 
c. Syukur dengan perbuatan 
Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan, "Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur" (QS. Saba [34]: 13). Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya. Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah SWT. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya: "Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur" (QS. An-Nahl [16]: 14). Ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat "mencari karunia-Nya". Dalam konteks inilah terutama realisasi dan janji Allah, "Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah (nikmat-Ku)" (QS. Ibrahim [14]: 7) Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dan langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia? Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa "Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih." Suatu hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung (QS. Ibrahim [14): 7) Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur (QS. Ibrahim [14]: 7).

Write By : Khocet Dot Com ~ Panduan Gratis Adobe Photoshop,Blog,Puisi,Ragam Tips,Dan Bahan Ajar

Article : Cakupan Rasa Syukur Post By : Khocet Dot Com
Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik yang membangun serta pertanyaan dan saran dapat anda tuliskan melalui kotak komentar,semoga bermanfaat
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

 

Design By : Khocet Dot Com
Powered by Blogger